Kepulangan ratusan keluarga ke desa Jabkass di selatan Aleppo seharusnya menjadi awal baru setelah bertahun-tahun terjebak di pengungsian. Namun, realitas yang mereka temukan justru jauh dari harapan. Desa itu kini berdiri sebagai puing-puing, tanpa fasilitas dasar untuk menunjang kehidupan sehari-hari.
Salah satu keluarga yang kembali adalah keluarga Abu Hassan. Mereka mendapati rumah yang pernah ditinggali kini sudah runtuh, bahkan atapnya pun hancur. Abu Hassan dan keluarganya terpaksa tinggal di bawah reruntuhan yang sebagian masih bisa ditempati, mencoba bertahan menghadapi musim dingin yang kian mendekat.
Video yang merekam kepulangan mereka memperlihatkan kondisi memilukan. Tidak ada listrik, air bersih, maupun layanan kesehatan yang bisa diandalkan. Bahkan sekolah untuk anak-anak dan toko roti sederhana pun tidak tersedia di desa yang dulunya ramai.
Diperkirakan sebanyak 650 keluarga telah kembali ke Jabkass. Namun kepulangan massal itu tidak diiringi dengan perbaikan infrastruktur dasar. Warga harus mengandalkan persediaan seadanya untuk bertahan hidup setiap hari.
Bagi anak-anak, ketiadaan sekolah berarti masa depan yang suram. Orang tua khawatir generasi muda kehilangan kesempatan belajar, sementara desa lain yang memiliki fasilitas pendidikan masih terlalu jauh untuk ditempuh.
Ketiadaan pusat kesehatan juga menambah beban. Warga yang sakit atau membutuhkan perawatan darurat harus menempuh perjalanan panjang ke kota terdekat. Kondisi ini sangat berisiko bagi ibu hamil, anak-anak, dan orang lanjut usia.
Sementara itu, kebutuhan pangan juga menjadi persoalan besar. Warga mengaku kesulitan mendapatkan roti, makanan pokok yang biasanya tersedia di setiap sudut Suriah. Kini mereka harus membeli dengan harga tinggi dari desa lain atau membuat sendiri dengan bahan yang terbatas.
Keluarga Abu Hassan hanyalah satu contoh dari ratusan keluarga lain yang menghadapi penderitaan serupa. Hidup di bawah atap yang rusak dan dinding yang retak bukanlah pilihan, tetapi keterpaksaan karena tidak ada tempat lain untuk dituju.
Dalam video, warga dengan lantang menggambarkan Jabkass sebagai desa yang hancur. Mereka menekankan bahwa tanpa bantuan nyata, kehidupan di desa ini hampir mustahil untuk dipertahankan dalam jangka panjang.
Penduduk menyerukan agar pemerintah desa (baladiyah) dan organisasi kemanusiaan segera turun tangan memberikan bantuan. Mereka berharap adanya bantuan untuk memperbaiki rumah, menyediakan air bersih, menghadirkan listrik, serta membangun fasilitas dasar seperti sekolah dan klinik kesehatan.
Meski begitu, sebagian warga masih menunjukkan semangat bertahan. Mereka percaya bahwa kepulangan ini adalah langkah pertama untuk membangun kembali desa yang hilang, meski harus dimulai dari titik nol.
Kondisi Jabkass juga mencerminkan gambaran lebih luas dari Suriah pascaperang. Banyak desa yang hancur, namun warganya kembali dengan tekad untuk hidup di tanah leluhur meski tanpa jaminan kenyamanan.
Sejumlah pengamat menilai bahwa kepulangan massal tanpa persiapan yang matang justru bisa memicu krisis baru. Ketika kebutuhan dasar tidak terpenuhi, potensi migrasi ulang atau konflik sosial semakin besar.
Warga Jabkass sendiri menolak menyerah. Mereka menekankan bahwa bantuan yang tepat waktu akan memberi dorongan besar agar desa mereka bisa hidup kembali.
Kebersamaan antarwarga menjadi kekuatan utama. Mereka saling membantu memperbaiki rumah dengan peralatan seadanya, membagi makanan, hingga menjaga anak-anak bersama agar tetap merasa aman.
Namun, solidaritas semata tidak cukup. Tanpa dukungan dari luar, sulit membayangkan bagaimana desa yang hancur ini bisa bangkit dari keterpurukan.
Banyak keluarga yang baru kembali mengaku ragu apakah mereka bisa bertahan lebih lama. Mereka khawatir musim dingin yang keras akan menambah penderitaan, terutama bagi anak-anak yang tidur tanpa perlindungan memadai.
Di sisi lain, keberanian untuk pulang dilihat sebagai simbol keteguhan hati. Meski menghadapi kenyataan pahit, ratusan keluarga tetap memilih kembali ke tanah kelahiran mereka ketimbang terus hidup di kamp pengungsian.
Video ini menjadi pengingat bahwa pemulihan Suriah bukan hanya soal pembangunan kota besar, melainkan juga tentang desa-desa kecil yang hancur dan ditinggalkan. Jabkass adalah cermin dari tantangan besar yang dihadapi bangsa itu.
Kini, seruan dari warga Jabkass masih bergema: mereka butuh bantuan, butuh perhatian, dan butuh kesempatan untuk membangun kembali desa yang pernah mereka sebut rumah. Tanpa itu semua, harapan mereka bisa kembali padam di tengah reruntuhan.
loading...
No comments:
Post a Comment